Cetik adalah sejenis racun khas Bali, yang digunakan untuk "mencelakai"
orang lain. Dalam postingan saya ini diungkapkan tidak kurang dari 50
jenis cetik, gejala-gejala penyakit yang tampak (sekala) dan tak tampak
(niskala) pada penderita. Tujuan saya memposting topik ini adalah untuk
meminimalkan keresahan dan kewaspadaan Anda yang berlebihan. Setelah
membaca, semoga mendapatkan cara-cara menghindari dari kemungkinan
memperoleh serangan Cetik.
Mengenai
apa itu "Cetik Bali", dan Berikut ini Sebuah Fragmen yang Dapat
Digunakan sebagai Bahan Analisis Kritis dalam Rangka Memahami
seluk-beluk Cetik dalam Masyarakat Hindu Bali. Berikut sepenggal kisah
nyata yang pernah dialami oleh seorang pria yang saya rahasiakan
identitasnya.
Seorang pria yang telah memiliki dua putra, tiba-tiba muntah darah.
Istrinya mencoba mengingat-ingat apa penyebab penyakit suaminya itu.
Sejenak kemudian sang istri seakan menemukan jawaban yang pasti bahwa
penyebab sakit suaminya adalah makanan yang disantapnya ketika
menghadiri undangan upacara perkawinan putra seorang teman sekerjanya.
Diektahuinya kalau hubungan sang suami dengan teman sekerjanya itu
kurang begitu baik, karena persaingan tersembunyi di kantor. Suaminya
pernah menceritakan kalau temanya itu selalu berusaha menggagalkan
kenaikan pangkat dan posisi jabatanya. Bermacam-macam cara telah
digunakan, antara lain menggunakan "pepasangan" yang diletakan
ditempatkan tertentu, menyebarkan gosip yang bukan-bukan, dan mengajak
makan bersama, namun suaminya menolak dengan halus.
Memang pada jaman ini hal seperti itu sangat tidak masuk akal, karena
tidak disertai berbagai bukti secara ilmiah, mengingat tehknologi
saat ini sangat berubah dan berkembang terus dan secara otomatis
pemikiran manusia semakin intelektual. Tapi jika lebih ditelusuri, di
dalam berbagai kepercayan masyarakat tentang ilmu "magic" memang tidak
dapat dihilangkan, karena pikiran manusia tidak dapat menjangkau
hal-hal yang kurang bersifat ilmiah atau masuk akal. Di Bali
khususnya, paham dinamisme masih sangat kental dalam tradisional
masyarakat Bali. Kepercayan pada ilmu-ilmu "magic" masih dirasakan
keberadaanya. Budaya Bali sangat beraneka ragam kepercayaan maupun
adat istiadatnya. Dalam budaya kesusastraan Bali, masyarakat sangat
percaya dan meng-sakralkan hal-hal yang berbau magis. Contohnya
naskah-naskah kesusastraan yang sangat fenomenal di Bali adalah cerita
"Calon Arang"
yang inti ceritanya menggambarkan dua kekuatan, dua sikap, dua kubu,
dan dua "warna", yakni kekuatan positif (Dharma) dan negatif (Adharma)
tidak dapat dipisahkan dalam dunia ini. Kisah-kisah yang demikian
banyak dan mencoba meyakinkan pendengarnya. Bagaimana reaksi kita saat
mendengarkan narasi-narasi seperti itu? Pada saat tertentu kita sama
sekali tidak mempercayainya, namun pada kesempatan lain kepercayaan
kita menjadi demikian kuat oleh karena telah hadir fakta-fakta konkret
di depan mata, namun tidak dapat dipahami secara rasional.
Secara singkat, saya akan ulas apa saja jenis-jenis cetik itu dan bagaiman pula cara sang pelaku men-cetik korbannya.
Cara Pelaku Menyerang Korban
Menurut I Gusti Ngurah Harta,
cara tak langsung umumnya tidak memperlihatkan pelakunya, sebab
pelakunya dapat mengendalikan kekuatan cetik-nya dari jauh. Namun
demikian, ada dua hal yang dapat diperhatikan dari cara tidak langsung
ini. Pertama, umumnya cara tak langsung dilaksanakan pada hari tertentu, yakni Budha Kliwon. Kedua,
Kondisi calon korban dalam keadaan yang tidak terproteksi, antara
lain disebabkan pikiran sedang kacau. (Telah saya singgung sebelumnya
dalam posting Berawal dari Pikiran,
dimana semua energi yang nantinya kita dapatkan bersumber dari pikiran
yang merupakan kunci dari segalanya). Selanjutnya Beliau juga
menyarankan sikap waspada dan hati-hati dengan tidak mengabaikan intuisi
(kleteg bayu).
Sementara Soelung Lodhaya menyarankan untuk meningkatkan kewaspadaan itu seyogianya seseorang membekali dirinya dengan "bebundelan" taring harimau, gigi badak, batu permata tertentu, yang telah dipasupati. Disamping itu kita harus meningkatkan keyakinan pada sang pencipta Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar selalu dilindungi.
Disamping memahami bagaimana cara orang memasukkan cetik ke dalam tubuh calon korbannya, juga perlu diketahui apakah cetik itu memiliki efek seketika atau agak lama. Cetik berefek seketika, maksudnya kalau seseorang memakan sesuatu yang mengandung cetik, maka segera akan terlihat gejala-gejalanya tergantung dari bahan-bahan cetik itu sendiri. Aad pula cetik berefek agak lama, dengan inkubasi 3-6 bulan. Dalam hal ini, seandainya cetik itu termakan sekarang, maka orang akan merasakan sakitnya secara bertahap dengan puncak sekitar 3-6 bulan yang akan datang.
Bila pengguna cetik berkeinginan agar si korban sakit dan mati secara perlahan, maka ia dapat menggunakan cetik dengan bahan-bahan seperti berikut.
Sementara Soelung Lodhaya menyarankan untuk meningkatkan kewaspadaan itu seyogianya seseorang membekali dirinya dengan "bebundelan" taring harimau, gigi badak, batu permata tertentu, yang telah dipasupati. Disamping itu kita harus meningkatkan keyakinan pada sang pencipta Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar selalu dilindungi.
Disamping memahami bagaimana cara orang memasukkan cetik ke dalam tubuh calon korbannya, juga perlu diketahui apakah cetik itu memiliki efek seketika atau agak lama. Cetik berefek seketika, maksudnya kalau seseorang memakan sesuatu yang mengandung cetik, maka segera akan terlihat gejala-gejalanya tergantung dari bahan-bahan cetik itu sendiri. Aad pula cetik berefek agak lama, dengan inkubasi 3-6 bulan. Dalam hal ini, seandainya cetik itu termakan sekarang, maka orang akan merasakan sakitnya secara bertahap dengan puncak sekitar 3-6 bulan yang akan datang.
Bila pengguna cetik berkeinginan agar si korban sakit dan mati secara perlahan, maka ia dapat menggunakan cetik dengan bahan-bahan seperti berikut.
Nama cetik dan Komposisi Bahan
- Cetik Gringsing. Terbuat dari Yuyu Gringsing atau semacam gurita berwarna merah. Yuyu ini dimasukkan ke dalam botol, dan disimpan dalam tanah selama 6 bulan. Setelah itu menghasilkan minyak. Minyak inilah yang digunakan sebagai cetik ditambah dengan minyak (Lengis Nyuh) untuk memperbanyak volumenya.
- Cetik Krawang. Dibuat dari kerikan gong gangsa dicampur dengan "medang tiing gading" dan medang "tiing buluh" (medang adalah bulu halus pada bambu)
- Cetik Buntek. Dibuat dari usus Be Buntek.
- Cetik Singar Mangsi. Dibuat dari Lateng Layar di Laut.
- Cetik Jinten. Dibuat dari tulang manusia, prosesnya memerlukan waktu yang cukup panjang.
- Cetik Badung. Dibuat dari air yang keluar dari orang meninggal (Banyeh)didiamkan, ambil bagian beningnya dengan kapas, lalu taruh dipertigaan desa, kemudian sebut nama dan tempat orang yang disakiti disertai dengan mantera-mantera tertentu.
Beberapa Jenis Cetik, Gejala penyakit dan Pengobatannya
Cetik Croncong Polo
Diantara semua cetik yang disebutkan dalam beberapa lontar usada
di Bali, masyarakat lebih mengenal cetik Croncong Polo karena dianggap
paling menakutkan dan persepsi sebagai racun yang paling menyakitkan dan
berbahaya. Persepsi ini tentu saja terbentuk dari pemaknaan kata Croncong Polo, yang
diartikan racun yang menyerang otak. Persepsi ini terbentuk bukan oleh
unsur atau komposisi cetik, melainkan gejala dan hasil yang tampak pada
si korban. Gejalanya yaitu, mata merah, badan terasa panas, telinga
penderita terasa pecah, seperti diseruduk "dilumbih beduda". Dalam lontar usada sarana yang digunakan untuk menyembuhkan cetik ini yaitu Keong Kraca, Madu Klupa, Air Jeruk, Belerang Merah. Obat ini digunakan diteteskan ke hidung
Reratusan
Reratusan adalah jenis cetik yang menempati urutan kedua setelah Cetik Croncong Polo. Jenis cetik inilah yang paling sering disebutkan dalam lontar Usada Cetik. Tak disebutkan pusat yang diserang oleh cetik ini, namun dapat dapat diperkirakan bahwa perutlah yang diserangnya, jika dilihat dari bahan-bahan yang digunakan, yakni Reratusan atau campuran. Ciri-ciri jika terkena cetik ini antara lain perut penderita kembung dan muntah darah, penderita batuk-batuk, merasa kedinginan, dan melihat suatu objek atau benda dirasakan bergerak-gerak, pikiran si penderita bingung seperti orang mabuk, dan kaki dingin. Menurut lontar Usada Cetik (bait ke 29) menyebutkan bahwa sarana yang digunakan untuk menyembuhkan gejala-gejala cetik reratusan tersebut adalah daun sirih tua, bawang dibakar, gula, air kelapa mulung yang muda, lalu diminum (tidak dijelaskan bagaimana cara mengolahnya).
0 comments:
Post a Comment