Keris adalah sejenis senjata tikam khas
yang berasal dari Indonesia, atau mungkin lebih tepat Nusantara.
Berdasarkan dokumen-dokumen purbakala, keris dalam bentuk awal telah
digunakan sejak abad ke-9. Kuat kemungkinannya bahwa keris telah
digunakan sebelum masa tersebut.
Keris dapat ditemui di seluruh Indonesia (kecuali Maluku dan Papua) dan penggunaan keris tersebar di masyarakat Rumpun Melayu. Pada masa sekarang, keris dikenal di daerah Indonesia (terutama di daerah Jawa, Madura, Bali/Lombok, Sumatra, sebagian Kalimantan, serta sebagian Sulawesi), Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina (khususnya di daerah Mindanao). Di Mindanao, bentuk senjata yang juga disebut keris tidak banyak memiliki kemiripan meskipun juga merupakan senjata tikam. Keris memiliki berbagai macam bentuk, misalnya ada yang bilahnya berkelok-kelok (selalu berbilang ganjil) dan ada pula yang berbilah lurus. Orang Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek esoteri yang berbeda. Selain digunakan sebagai senjata, keris juga sering dianggap memiliki kekuatan supranatural. Senjata ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti keris Mpu Gandring dalam legenda Ken Arok dan Ken Dedes. Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa damai tetapi ditempatkan di depan pada masa perang. Sementara itu, di Sumatra, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan. Selain keris, masih terdapat sejumlah senjata tikam lain di wilayah Nusantara, seperti rencong dari Aceh, badik dari Sulawesi serta kujang dari Jawa Barat. Keris dibedakan dari senjata tikam lain terutama dari bilahnya. Bilah keris tidak dibuat dari logam tunggal yang dicor tetapi merupakan campuran berbagai logam yang berlapis-lapis. Akibat teknik pembuatan ini, keris memiliki kekhasan berupa pamor pada bilahnya.
Keris dapat ditemui di seluruh Indonesia (kecuali Maluku dan Papua) dan penggunaan keris tersebar di masyarakat Rumpun Melayu. Pada masa sekarang, keris dikenal di daerah Indonesia (terutama di daerah Jawa, Madura, Bali/Lombok, Sumatra, sebagian Kalimantan, serta sebagian Sulawesi), Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina (khususnya di daerah Mindanao). Di Mindanao, bentuk senjata yang juga disebut keris tidak banyak memiliki kemiripan meskipun juga merupakan senjata tikam. Keris memiliki berbagai macam bentuk, misalnya ada yang bilahnya berkelok-kelok (selalu berbilang ganjil) dan ada pula yang berbilah lurus. Orang Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek esoteri yang berbeda. Selain digunakan sebagai senjata, keris juga sering dianggap memiliki kekuatan supranatural. Senjata ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti keris Mpu Gandring dalam legenda Ken Arok dan Ken Dedes. Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa damai tetapi ditempatkan di depan pada masa perang. Sementara itu, di Sumatra, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan. Selain keris, masih terdapat sejumlah senjata tikam lain di wilayah Nusantara, seperti rencong dari Aceh, badik dari Sulawesi serta kujang dari Jawa Barat. Keris dibedakan dari senjata tikam lain terutama dari bilahnya. Bilah keris tidak dibuat dari logam tunggal yang dicor tetapi merupakan campuran berbagai logam yang berlapis-lapis. Akibat teknik pembuatan ini, keris memiliki kekhasan berupa pamor pada bilahnya.
DESKRIPSI SINGKAT KERIS
Keris adalah senjata tikam berbentuk
asimetris bermata dua yang berasal dari Jawa. Dari tempat asalnya, keris
kemudian menyebar ke Pulau Bali, Lombok, Kalimantan, dan bahkan hingga
Brunei Darussalam, Malaysia, dan Pulau Mindanao di Filipina.
Lalu dari hanya sekedar senjata tikam, keris kemudian berkembang menjadi simbol status sosial dan simbol kekuasaan/kejantanan bagi pemiliknya.
Pada masa silam, pembuatan keris penuh
dengan kerahasiaan. Jangankan cara membikinnya yang cukup rumit,
ritual-ritualnya pun serba tersembunyi, dan juga, siapa yang memesannya.
Bisa terjadi si pemesan keris banyak di antaranya para raja atau orang
penting keraton pada masa lalu memesan kepada si empu pembuat keris
agar dalam membikin pun empu menjalankan ritual tertentu serta dengan
niat dan tujuan tertentu pula. Keris Empu Gandring adalah salah satu
legenda tutur yang populer. Ken Arok yang licik bisa memfitnah Kebo Ijo
sebagai pembunuh Akuwu Tunggul Ametung hanya karena sebilah keris yang
dititipkan kepadanya secara rahasia.
Budaya “kerahasiaan” dalam pembuatan
keris pada masa lalu itu disebut sebagai budaya Sinengker. Keris bagi
orang Jawa pada masa lalu merupakan benda yang Sinengker. Dipesan untuk
dibikin dengan niat pribadi sehingga perlu dirahasiakan. Meski
kerahasiaan itu menghambat pelestariannya, ternyata budaya sinengker itu
dulu juga menimbulkan kekhasan mutu dan penampilan keris. Keris yang
dari “tangguh” (perkiraan zaman pembuatan atau gaya zaman tertentu)
Majapahit abad ke-14-16, misalnya, secara visual tampak berbeda dari
keris tangguh tua sebelumnya, masa Kerajaan Pajajaran (abad ke-14-15).
Tetapi, pada zaman kamardikan (setelah
kemerdekaan), benteng-benteng sinengker itu mulai runtuh. Ilmu membuat
keris mulai diurai keluar tembok keraton. Dalam 20 tahun terakhir,
keris bahkan sudah masuk ke tembok kampus. Keris kini sudah menjadi
mata kuliah pilihan bagi mahasiswa kriya ISI Solo, di samping tatah
logam, kriya kayu, dan wayang.
Bagi pencinta dan kolektor keris, ada semacam peraturan yang penting untuk diingat ketika memilih suatu keris, yaitu: TUHSIRAPUH MORJOYO NGUN-NGGUH Akronim tersebut bermakna:
Bagi pencinta dan kolektor keris, ada semacam peraturan yang penting untuk diingat ketika memilih suatu keris, yaitu: TUHSIRAPUH MORJOYO NGUN-NGGUH Akronim tersebut bermakna:
- Wutuh, yaitu keseluruhan dari keris tersebut
- Wesi, yaitu bahan logam keris tersebut
- Garap, yaitu keahlian empu pembuat keris
- Sepuh, yaitu umur atau usia keris. Makin tua keris tersebut maka nilainya makin tinggi
- Pamor, yaitu gambar/motif yang ada pada keris
- Wojo, yaitu unsur baja/kekerasan keris tersebut
- Guwoyo, yaitu tampilan keris tersebut
- Wangun, yaitu keindahan keris
- Mungguh, yaitu keselarasan keris tersebut.
KRONOLOGI DUNIA PERKERISAN
Keris dapat ditemui di seluruh Indonesia
(kecuali Maluku dan Papua), menurut ilmu perkerisan Jawa, perkembangan
keris diduga seiring dengan perkembangan kerajaan-kerajaan di Jawa.
Namun, kenyataan dan mitos seringkali saling tercampur aduk sehingga
seringkali sangat sulit untuk memisahkan kedua hal tersebut.
Dalam kronologi dunia perkerisan, perkembangan keris jawa adalah sebagai berikut :
Dalam kronologi dunia perkerisan, perkembangan keris jawa adalah sebagai berikut :
Periode | Empu | Tahun | |
I | Purwocarita / Kadewan | Days of the Gods | |
II | Budha (Cailendra/Borobudur) | 8 – 10 M | |
III | Jenggala/Kediri/Singasari | 928-1292 | |
IV | Pajajaran | Empu Kuwung, Empu Ni Sombro | 13 – 14M |
V | Majapahit | Empu Supa, Empu Jigja | 1293-1528 |
— | Tuban | Empu Bekeljati | 14 – 15M |
VI | Demak | Empu Supa | 1478-1548 |
— | Madura | Empu Kasa | 16 – 17M |
VII | Pajang | Empu Umyang, Empu Kodhok | 1546-1586 |
VIII | Mataram (Senopaten – Plered) | Empu Kinom, Empu Guling | 1586-1678 |
IX | Kartasura | Empu Lujuguna, Empu Brajaguna I | 1678-1745 |
X | Surakarta Pakubuwana IV | Empu Brajaguna II-III | 1788-1820 |
—– | Surakarta Pakubuwana IX | Empu Japan, Empu Singawijaya | 1861-1893 |
—– | Surakarta Pakubuwana X | Empu Jayasikadga, Empu Wirasukadga | 1893-1939 |
XI | Yogyakarta Hamengkubuwana VII | Empu Taruna Dahana | 1877-1921 |
Setelah kekuasan/pemerintahan
Pakubuwono X, tidak ada lagi perkembangan yang signifikan dalam dunia
perkerisan. Seorang Raja memiliki kewajiban untuk menciptakan keris baru
yang lebih kuat, atau setidaknya membuat “keturunan” atau “mutrani” dari keris ampuh
yang telah ada. Pengetahuan mengenai keris jawa sebagian besar
disebarkan dari mulut ke mulut. Namun, beberapa dokumen tertulis
ditemukan dalam literatur RNg Ronggowarsito, atau dalam dokumen-dokumen
tua seperti kitab Arjuna Wiwaha, Serat Pararaton, Babad Tanah Jawi
dan kitab-kitab lain. Karena informasi mengenai keris yang ada dalam
keraton tidak terbuka untuk umum, beberapa informasi mengenai keris ini
juga didapatkan dari relief-relief candi Borobudur, Prambanan,
Panataran, Sukuh, dan candi-candi lainnya.
KISAH MAGIS KERIS
Keris
dengan segala cerita dan legenda magisnya masih tetap eksis hingga
kini. Meski demikian, keris dalam perkembangannya dikoleksi bukan
lantaran kesaktian atau harapan dari kolektornya untuk mendapatkan
“sesuatu”, tetapi keindahan dari fisik keris menjadi semakin dominan.
Kisah-kisah heroik atau magis tentang keris selalu muncul dari zaman ke zaman. Kisah keris Empu Gandring, sangat erat dan dekat dengan pola pemilihan kepemimpinan di masa Singasari. Siapa yang menguasai keris itu, akan menjadi raja Singasari. Namun, siapa yang menguasai keris itu, akan terbunuh oleh keris itu juga. Keris pesanan Ken Arok, yang kemudian menjadi raja Singasari yang pertama, di besalen (studio keris) Empu Gandring sudah menjadi sebuah mitos. Bahkan di kalangan pakar keris pun, wujud keris Empu Gandring tersebut seperti apa masih terjadi silang pendapat. Di lingkungan keluarga Empu Supa yang hingga kini masih menekuni profesi sebagai pembuat keris, Keris Empu Gandring sebenarnya belum selesai dikerjakan. Namun karena laku prihatin Empu Gandring atau karena kutukan Empu Gandring pulalah keris itu menjadi sangat sakti dan populer. Tetapi keris itu sesungguhnya bernama apa, tidak ada yang tahu. Kebanyakan hanya menyebut keris Empu Gandring.
Kisah-kisah heroik atau magis tentang keris selalu muncul dari zaman ke zaman. Kisah keris Empu Gandring, sangat erat dan dekat dengan pola pemilihan kepemimpinan di masa Singasari. Siapa yang menguasai keris itu, akan menjadi raja Singasari. Namun, siapa yang menguasai keris itu, akan terbunuh oleh keris itu juga. Keris pesanan Ken Arok, yang kemudian menjadi raja Singasari yang pertama, di besalen (studio keris) Empu Gandring sudah menjadi sebuah mitos. Bahkan di kalangan pakar keris pun, wujud keris Empu Gandring tersebut seperti apa masih terjadi silang pendapat. Di lingkungan keluarga Empu Supa yang hingga kini masih menekuni profesi sebagai pembuat keris, Keris Empu Gandring sebenarnya belum selesai dikerjakan. Namun karena laku prihatin Empu Gandring atau karena kutukan Empu Gandring pulalah keris itu menjadi sangat sakti dan populer. Tetapi keris itu sesungguhnya bernama apa, tidak ada yang tahu. Kebanyakan hanya menyebut keris Empu Gandring.
Kisah Keris Tuding Sumelanggandring juga
tidak kalah serunya. Di era Brawijaya pertama, kerajaan Majapahit
kehilangan keris bernama Tuding Sumelanggandring. Lalu diutuslah Jaka
Supa yang saat itu hendak mendaftar sebagai abdi dalem di kerajaan
itu. Dikisahkan dalam perjalanan pencarian keris itu, Jaka Supa
akhirnya mendapatkan wisik bahwa keris itu berada di tangan Adipati
Siung Laut di Blambangan. Bergegaslah Jaka Supa ke Blambangan. Berkat
keahlian Jaka Supa dalam memproduksi keris-keris model baru, Adipati
Siung Laut terpikat. Bahkan Adipati itu memerintahkan Jaka Supa untuk
membuat duplikat (mutrani) keris Tuding Sumelanggandring. Misi Jaka
Supa akhirnya berhasil. Jaka Supa meminta agar tidak ada orang yang
mendatangi besalennya saat dia mengerjakan pesanan Adipati Siung Laut,
meski saat itu Jaka Supa sudah menjadi menantu Adipati, Jaka Supa
sangat setia kepada rajanya di Majapahit, ketimbang terhadap mertuanya
di Blambangan. Ternyata Jaka Supa tidak hanya membuat satu duplikat,
melainkan dua. Sedangkan keris yang asli disimpannya di paha yang
tertutup kain. Lalu dua keris palsu itu dipersembahkan kepada
mertuanya. Adipati Siung Laut gembira, karena kini dia punya dua keris
kebanggaan Majapahit yang sangat sakti. Selesai mengerjakan keris itu,
Jaka Supa secara diam-diam meninggalkan Blambangan. Kisah selanjutnya,
Jaka Supa diangkat menjadi salah satu pangeran dengan gelar Pangeran
Sendangsedayu. Cita-cita Siung Laut untuk menggeser kekuasaan Majapahit
ke Blambangan akhirnya gagal total.
Keris buatan Pangeran Sendangsedayu
memiliki ciri pada pamor yang sangat halus. Dan keturunan Pangeran
Sendangsedayu ini pulalah yang hingga kini masih melanjutkan pembuatan
keris, disamping empu-empu keris dari keturunan empu lain atau pembuat
keris yang bukan keturunan empu, yang masih mempertahankan tradisi itu.
Dalam dunia pewayangan, cerita-cerita kehebatan tentang keris menjadi
sangat dominan. Hampir setiap tokoh wayang memiliki senjata berupa
keris. Wayang purwa dengan kisah Mahabarata dan Ramayana yang berkembang
sejak zaman Majapahit akhir dan masuknya peradaban Islam, menempatkan
keris sebagai benda yang begitu penting. Empu-empu keris dalam kisah
pewayangan hanya selalu disebutkan namanya, tetapi tidak pernah
diperlihatkan sosoknya. Empu Ramadi, merupakan salah satu yang paling
terkenal. Bahkan Ki Dalang sering menyebutkan bahwa Empu Ramadi
merupakan pembuat keris di Kahyangan, alamnya para dewa. Keris-keris
yang sangat populer di dunia pewayangan antara lain, Kaladete,
Kalamisani, Kalanadah, Pulanggeni, Jalak, Carubuk. Sedangkan yang
berupa panah antara lain, Guwawijaya, Pasupati, Cakra, Nagabanda,
Cundamanik. Yang berupa gada, antara lain gada Rujakpolo, Lukitasari,
Inten, Wesi Kuning.
Di zaman Mataram Islam, Sultan Agung Hanyakrakusuma menciptakan tokoh raksasa bernama Buta Cakil. Tokoh ini merupakan petarung yang sangat ahli memainkan keris, Keris Kolomunyeng namanya. Namun, karena Buto Cakil memang diciptakan sebagai tokoh jahat, dalam setiap pehampilannya, Buto Cakil selalu mati oleh kerisnya sendiri. Di zaman Islam keris dan senjata tombak yang sangat terkenal adalah Keris Setankober, milik Adipati Jipang Aria Penangsang dan Tombak Kyai Plered milik Panembahan Senapati.
Di zaman Mataram Islam, Sultan Agung Hanyakrakusuma menciptakan tokoh raksasa bernama Buta Cakil. Tokoh ini merupakan petarung yang sangat ahli memainkan keris, Keris Kolomunyeng namanya. Namun, karena Buto Cakil memang diciptakan sebagai tokoh jahat, dalam setiap pehampilannya, Buto Cakil selalu mati oleh kerisnya sendiri. Di zaman Islam keris dan senjata tombak yang sangat terkenal adalah Keris Setankober, milik Adipati Jipang Aria Penangsang dan Tombak Kyai Plered milik Panembahan Senapati.
Bahkan dalam perjalanan sejarahnya,
Pangeran Diponegoro selalu mempersenjatai diri dengan sebilah keris.
Bisa dilihat dalam lukisan-lukisan Diponegoro, keris selalu menjadi
bagian yang tidak pernah ketinggalan. Demikian pula dengan bapak TNI,
Panglima Besar Jenderal Sudirman yang selalu mengenakan keris dalam
setiap penampilannya.
Founding Father kita (Bung Karno) dalam
setiap fotonya yang monumental, terlihat tidak pernah ketinggalan
tongkat komandonya, yang konon di dalam/ujung tongkat komandonya
tersebut ada sebilah keris kecil.
CARA PEMBUATAN KERIS
Banyak
kisah aneh tentang perilaku empu ketika membuat keris. Empu wanita Ni
Sombro, misalnya, suka membuat keris dengan mengambang di permukaan
laut. Dia konon mampu membuat keris dengan hanya dipejet-pejet memakai
tangan. Setelah jadi, keris dicoblos pakai jari kelingking agar terjadi
lubang demi memudahkan untuk merenteng keris buatannya, sebelum kembali
ke daratan. Karena itu, keris buatan Ni Sombro dipastikan ada
lubangnya, juga ada bekas pejetan tangan.
Di zaman modern sekarang pun, Bupati
Wonogiri H Begug Poernomosidi, S.H mampu menunjukkan keanehan. Saat
memesan keris pada empu Mas Ngabehi (MNg) Daliman Solo, besi yang merah
membara ketika dibakar di tungku (baselen), serta merta diambilnya dan
dijilat pakai lidahnya. Ini dilakukan untuk mengawali pembuatan pamor
keris dapur sengkelat yang dia pesan.
Tahukah Anda bagaimana keris Kanjeng Kiai
(KK) Jenang Kunto dibuat di zaman kerajaan Mataram? Saat itu, Raja
Mataram memerintahkan semua penduduknya setor masing-masing sebuah jarum
ke keraton. Ini untuk sensus penduduk guna mengetahui jumlah warga di
Mataram. Dengan meminta jasa empu Ki Supo Enom (Ki Nom), jarum sebanyak
jumlah warga di negeri Mataram itu, kemudian dibuat keris. Jadilah
sebilah keris yang diberi nama KK Jenang Kunto.
Bagaimana membuat keris, adalah
pertanyaan yang paling menarik, sesungguh proses pembuatan keris tidak
berbeda dengan benda-benda seni lainnya, seperti ukir (batu, kayu,
tulang, besi). Yang sangat membedakan justru pada kisah-kisah magis
yang dibangun bersama kehadiran keris, tombak atau pedang. Kisah-kisah
magis itulah yang menjadikan keris sangat sulit untuk diproduksi secara
massal. Tetapi dampak lainnya juga memunculkan sikap keengganan, tidak
semua orang mau mengoleksi keris sebagai benda seni, karena takut.
Namun dari kisah-kisah magis itu pulalah keris menjadi seni tingkat
tinggi yang hanya dinikmati oleh mereka yang benar-benar mengerti,
memahami, menghargai dan mencintai benda yang dihasilkan oleh seni tempa
itu.
Membuat keris diawali dengan pemilihan
bahan baku yang baik. Dalam kasanah perkerisan ada berbagai jenis besi,
yang sering disebut adalah besi Mangangkang, Pulosrani, Balitung dan
sebagainya. Tentu hanya mereka yang sudah mahir yang memiliki kemampuan
memilih besi mana yang baik dan mana yang tidak baik sebagai bahan
keris. Cara memilih besi bisa menggunakan berbagai cara. Masing-masing
pembuat keris memiliki keterampilan berbeda-beda. Ada yang hanya dengan
cara mengamati fisik dan warna besi, ada yang harus memukul dan dari
suara dentangan besi itu bisa ditentukan pilihannya. Semua itu, konon
tergantung kebiasaan dari pembuat keris, dan konon pula hasilnya akan
sama, karena tujuannya sama; memilih bahan yang bagus. Besi yang sudah
ditentukan, kemudian dibentuk menjadi balok lebar sekitar 5 sentimeter,
tebal 2-3 sentimeter. Ada dua balok besi berukuran, bentuk dan berat
dibuat sama.
Langkah kedua, menyiapkan pamor. Ada
beberapa jenis pamor yang biasa dipakai. Lazimnya, sekarang para pembuat
keris mempergunakan nikel. Besi nikel bisa didapatkan di pasar besi
tua dengan gampang. Namun ada juga yang mempergunakan velk mobil atau
sepeda motor bekas. Untuk keris tertentu, pesanan misalnya, biasanya
memakai meteorid sebagai pamor. Namun, karena barang ini sudah sangat
langka, meteorid bisa “dikumpulkan” dari pedang atau keris tua yang
sudah tidak terawat kemudian dilebur untuk diambil pamornya. Jika pamor
yang dipakai berupa kepingan kecil-kecil, untuk mengumpulkannya bisa
diakali dengan membuat amplop dari lempengan besi. Kepingan-kepingan
tersebut kemudian dimasukkan dalam amplop tersebut, disatukan dan
kemudian dibentuk menjadi balok yang bentuknya sama dengan balok besi
yang disiapkan di awal. Balok berisi nikel, dijepit di antara dua balok
(batangan) besi dan kemudian dibakar. Proses pembakaran diperkirakan
mencapai 1.000 derajad celcius lebih. Arang kayu jati menjadi pilihan
utama, karena panas arang kayu jati lebih stabil dibanding arang jenis
kayu yang lain.
Jika pada bara api sudah muncul kembang
api yang berasal dari balok-balok besi yang dibakar tadi, proses
penempaan segera dimulai. Proses penempaan ini merupakan cara untuk
menyatukan tiga balok tersebut. Dalam proses ini, ketiga balok harus
benar-benar rekat, karena saat itulah seorang empu sedang mengawali
pembuatan motif pamor. Jika sudah benar-benar menyatu, besi itu
kemudian dipotong menjadi dua, sehingga pamor akan menjadi dua lapis.
Dilanjutkan seperti pada proses awal,
yakni perekatan dan pemanjangan besi yang sudah berpamor itu. Demikian
seterusnya penempaan dilakukan, sampai mendapatkan lapisan besi dengan
lapisan-lapisan yang diinginkan. Semakin banyak lapisan, akan semakin
halus pamor yang diperoleh. Menghitung lapisannya menggunakan deret
ukur. 1, 2, 4, 8, 16, 32, 62 dan seterusnya. Bahan dasar besi berpamor
ini, sudah bisa dipergunakan untuk pamor jenis beras wutah, atau wos
wutah. Misalnya pada kelipatan 62, proses dihentikan pun bisa.
Besi berpamor itu kemudian dibagi dua,
dan dibentuk menjadi trapesium. Ujung yang lebih kecil diarahkan menjadi
bagian ujung keris, sedangkan yang lebar diarahkan menjadi bagian
pangkal keris. Berikutnya, disiapkan potongan baja murni dan dibentuk
trapesium sedikit lebih lebar dibanding trapesium dengan bahan besi
berpamor. Tiga trapesium ini kemudian direkatkan dengan pembakaran yang
sama sebagaimana dilakukan pada proses pembuatan bahan dasar besi
berpamor.
ISTILAH KERIS
BEBERAPA istilah atau nama penyebutan
dalam dunia keris Jawa/Madura juga dikenal di hampir seluruh penggemar
keris di Indonesia termasuk Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Sebab, keris bukan hanya budaya milik orang Indonesia, tetapi milik
bangsa Melayu. Jadi tidak aneh kalau orang Malaysia, Singapura atau
Brunei juga mengklaim budaya itu.
YONI atau ANGSAR Sebutan
untuk daya kesaktian keris. Untuk melihat sebilah keris memiliki
kesaktian atau tidak, nenek moyang kita menggunakan cara menayuh/tayuh.
Laku seperti ini hanya bisa dikerjakan oleh mereka yang benar-benar
paham dan memiliki kelebihan.
DAPUR merupakan istilah
yang dipakai untuk menyebut bentuk atau model keris. Ricikan
(ukiran/pahatan) dalam masing-masing keris akan memunculkan nama-nama
dapur yang berbeda-beda. Sama-sama keris lurus dan ber-luk (kelok)
dengan jumlah yang sama, jika berbeda ricikannya akan berbeda pulsa
sebutannya. Ada ratusan nama dapur keris, sebagai contoh keris lurus
saja memiliki puluhan dapur.
LUK adalah jumlah
kelokan pada keris akan menjadi sebutan yang mengikuti keris. Jumlah
kelokan keris selalu ganjil, jika ada keris ber-luk genap, sangat
mungkin keris itu pernah patah atau mungkin saja ciptaan baru yang
sengaja dibuat kidal. Keris tanpa luk tidak ada sebutan, kecuali keris
saja.
WARANGKA sebutan untuk
Sarung keris, terbuat dari kayu-kayu bernilai tinggi (langka). Tetapi
juga bisa dibuat menggunakan kayu-kayu populer seperti jati, asam,
sono. Yang lazim dikenal adalah warangka terbuat dari kayu cendana,
trembalo, awar-awar, kemuning, tayuman dan beberapa jenis kayu langka
lainnya. Ada empat nama warangka yang sangat populer, yakni warangka
gayaman, warangka ladrang, sandang walikat, dan wulan tumanggal.
PELED adalah Motif belang-belang pada warangka yang dihasilkan oleh galih kayu. Masing-masing kayu memiliki peled berbeda-beda.
MENDHAK istilah ini
sangat populer di Jawa, Madura, dan Bali, namun untuk daerah lain di
luar dari tiga daerah itu biasa disebut ring atau cincin. Terbuat dari
beberapa jenis logam dab bahkan di beberapa titiknya bisa dilengkapi
dengan permata. Secara teknis mendhak berfungsi memisahkan bilah keris
agar tidak bersentuhan langsung dengan warangka.
PAMOR adalah Motif hias
pada bilah keris. Ada ribuan motif pamor. Pamor dibuat dari batu
meteor, nikel atau pamor yang dihasilkan oleh lipatan-lipatan besi tanpa
menggunakan benda jenis lain.
PENDHOK adalah pelindung
warangka yang terbuat dari emas, perak, tembaga atau kuningan dengan
ukiran-ukiran yang sangat rumit. Selain untuk menambah kemewahan
penampilan, pendhok juga berguna untuk melindungi bagian warangka yang
menjulang dari atas ke bawah (bila dikenakan) yang biasanya terbuat dari
kayu-kayu lunak.
RICIKAN, keris terdiri
dari dua bagian, yang melintang disebut ganja, sedangkan yang membujur
wilah keris itu sendiri. Pada bagian ganja ada beberapa nama yang
diberikan, antara lain, sirah cecak (bagian depan), kepet urang (bagian
belakang). Dalam kepet urang ada ukiran dua huruf dha dalam aksara
Jawa. Karena ada dua (loro, ron) huruf dha bagian ini kemudian disebut
randha nunut. Dalam sebilah keris ada nama-nama bagian yang jumlahnya
sangat banyak. Sekar kacang (telale gajah) berbentuk seperti belalai
gajah, di dalamnya ada ukiran kecil disebut lambe gajah. Sekar kacang
juga bisa diganti dengan ukiran-ukiran kepala naga, kepala anjing,
kepala gajah, kepala burung dan lain sebagainya. Berikut ini nama-nama
dari bagian keris; bawang sebungkul, tikel alis, kruwingan, sogokan,
blumbangan.
TANGGUH, sesungguhnya
istilah tangguh merupakan kata ganti dari perkiraan. Yakni zaman apa
atau zaman siapa keris itu dibuat. Tangguh Mataram, tangguh Majapahit,
Medang Kamolan, Tuban, Singasari, Kediri, Blambangan, Senopaten,
Pakunbuwanan, Hamengkubuwanan, Sedayu, Ngento-ento, Madura, Madiun dan
lain sebagainya. Untuk mengetahui tangguh sebuah keris, memerlukan
ketelitian dan daya ingat yang tinggi. Tidak semua orang tahu tentang
hal itu.
CATATAN
Pada
25 November 2005 di Paris-Perancis UNESCO mengakui bahwa keris
merupakan warisan kemanusiaan dunia dari Indonesia (The Indonesian Keris
a Masterpiece of the Oral and Intangible heritage of humanity). Pada
tahun 2003 pengakuan serupa juga UNESCO berikan untuk wayang. Yang
menarik dari pengakuan UNESCO tersebut adalah ‘Masterpiece of the Oral
and Intangible’ saya pun belum mengerti apakah dari kata tersebut UNESCO
juga mengakui kemistisan dari keris ?? nanti akan saya konfirmasi
kembali..
Sayangnya orang enggan memiliki atau
menyimpan keris, walau mungkin keris itu sendiri pusaka yang diturunkan
nenek moyangnya karena Keris sering dihubungkan dengan Yoni atau dunia
mistisnya.
Bila kita sangat sayang pada benda-benda
seni yang dipajang dirumah, misal: guci, lukisan, patung dst, mengapa
kita tidak sayang pada keris?? yang juga memiliki nilai seni yang sangat
tinggi dan bahkan lebih dari itu, yaitu sebagai Warisan Budaya dari
Nenek Moyang Bangsa.
Benarkah keris merupakan benda sakti?
jawabnya ada pada anda semua. Demikian juga jika ditanyakan, benarkah
keris itu indah? jawabnya juga ada dalam diri anda semua.
Tetapi untuk melestarikan keris, para
pekerja seni banyak yang sudah mencurahkan perhatian. Entah sebagai
kolektor, pedagang, pengagum atau bahkan pembuat.
Mereka memiliki andil yang sangat besar dalam mengembangkan budaya warisan kita tersebut.
0 comments:
Post a Comment