Dalam dunia bisnis, kita kenal istilah Pengadaan
Barang / Jasa atau lebih sering dikenal dengan lelang atau tender.
Sebelumnya dalam melakukan Pengadaan Barang dan Jasa, berpatokan pada
Keppres No.80 Tahun 2003 yang kini digantikan dengan Keppres No.54 Tahun
2010. Menurut beberapa informasi yang saya dapat, Keppres No.54 Tahun
2010 lebih memperjelas yang sebelumnya masih kabur, seperti job description
masing - masing panitia, jenis pengadaan dengan aturan yang lebih
jelas, metode seleksi, sampul dokumen, hingga pengumuman Pengadaan.
Biasanya kita melihat pengumuman Pengadaan lewat Media cetak, maka kali
ini pengumuman lewat media cetak akan dikurangi kuantitasnya, karena
lebih dialihkan ke website atau papan pengumuman dari instansi yang
melakukan pengadaan barang / jasa.
Di Jawa Timur, saya ingin membicarakan jenis tender online. Tidak hanya di Jawa Timur, di Propinsi lainnya juga sudah menggunakan tender online atau yang lebih dikenal dengan Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ), hampir semua propinsi juga sebagian besar Kabupaten sudah menggunakan fasilitas ini seperti LPSE Propinsi Jawa Timur, LPSE Kab.Gresik, LPSE Kab.Sidoarjo, dan banyak lagi. Beberapa Perguruan Tinggi Negeri juga sudah menggunakan fasilitas ini. Tidak hanya untuk Pengadaan di Instansi Pemerintah, beberapa BUMN dan Swasta juga mulai melakukan pendaftaran rekanan lewat website Perusahaan, melihat pengumuman
pengadaan lewat website dan beberapa kegiatan pengadaan lainnya yang dilakukan secara online.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari Pengadaan online seperti ini menurut saya. Salah satu kelebihannya adalah dari segi penyiapan dokumen. Saya contohkan website LPSE. Semua data kualifikasi kita sudah tersimpan secara otomatis di database LPSE, sehingga ketika kita mengikuti tender, kita tidak perlu menyiapkan data kualifikasi dan menguploadnya setiap kali hendak mengikuti tender online. Kita cuma mengupload sekali dan cukup mencentang dokumen yang dibutuhkan atau dipersyaratkan oleh Instansi penyelenggara pengadaan. Mulai dari dokumen perijinan seperti SIUP, TDP, NPWP, dan kawan - kawannya itu, bukti setor pajak baik SPT maupun SSP, daftar inventaris kantor, tenaga ahli, neraca, dan lain sebagainya. Sehingga dari segi waktu, mengikuti tender online cukup menghemat waktu, kita tinggal menyiapkan dokumen penawaran dan dokumen teknis saja. Kegiatan aanwidzing atau rapat penjelasan juga dilakukan secara online. Kita bisa bertanya pada panitia pengadaan yang nantinya akan dijawab di website itu juga. Kita juga tidak perlu wara - wiri kantor - instansi penyelenggara pengadaan karena pemasukan dokumen penawaran pun dilakukan online dengan cara upload. Ada software yang berfungsi sebagai penyampul dokumen2 penawaran kita, cara kerjanya seperti software winrar. Selain itu, kegiatan tender online juga bisa meminimalis tindakan korupsi, karena kita bertemu dengan Panitia setelah kita dinyatakan sebagai calon pemenang yaitu ketika panitia melakukan verifikasi data asli dengan dokumen penawaran kita, betul- betul simple dan praktis.
Tapi bukan berarti tender online tidak memiliki kelemahan. Salah satu kelemahannya yang sangat menjengkelkan adalah ketika servernya down dan website tidak bisa di akses dalam waktu sekian jam. Kalau kurang beruntung, kita bisa gagal mengupload dokumen penawaran karena telah melewati batas waktu yang ditentukan. Satu lagi, kadang pertanyaan kita saat aanwidzing tidak semuanya mendapat jawaban dari panitia, ini juga yang cukup merepotkan, karena namanya tender, sedikit saja kesalahan pada dokumen bisa dijadikan senjata ampuh oleh panitia untuk menggugurkan penawaran kita. Pengumuman pemenang juga tertera di website. Kita bisa tahu kenapa kita kalah karena disitu juga dijelaskan faktor2 yang menyebabkan penawaran kita digugurkan/penyebab kekalahan, kita juga bisa mengetahui siapa saja pemenang urutan 1 hingga 3 melalui website tersebut.
Itu kalau di Jawa Timur, di Surabaya juga memiliki website lelang elektronik, namanya e-procurement (e-proc). Namanya juga website lelang elektronik Surabaya, jadi pengadaan yang diselenggarakan hanya pengadaan dari instansi pemerintah kota Surabaya baik dari Dinas - dinas sampai Rumah Sakit Pemerintah. Penggagas e-proc ini sendiri adalah Ibu Tri Rismaharini yang sekarang menjadi Walikota Surabaya. Menurut informasi, Surabaya adalah Instansi Pemerintah pertama yang menerapkan e-proc dan memperoleh ISO 270001. Secara prosedur, mendaftar di e-proc jauh lebih rumit ketimbang LPSE. Bila di LPSE kita cukup mendaftar online, mengisi formulir dan menyiapkan dokumen yang dibutuhkan, verifikasi data, dan selesai. Tapi kalau untuk e-proc sedikit lebih rumit, setelah mendaftar, kita harus melakukan tahapan lain yaitu mendapatkan kunci publik ( tentunya dengan melengkapi dokumen - dokumen lainnya ) yang merupakan syarat mengikuti tender, baru setelah itu kita bisa menjadi peserta tender e-proc.
Saya sendiri lebih suka dengan tender online. Pertama dari segi waktu lebih menghemat waktu, kedua dari segi persyaratan dokumen tidak terlalu ruwet, ketiga dari segi biaya juga lebih hemat, keempat kita lebih gampang melakukan check list kelengkapan dokumen penawaran kita. Kalau bukan tender online, kita harus berkutat dengan kertas - kertas yang lumayan banyak, kita harus menjilid dan menyampul dokumen penawaran ( termasuk memakan waktu & biaya ), dan harus datang langsung untuk pemasukan dokumen penawaran, belum lagi persyaratannya yang menurut saya lebih rumit dan berbelit, dan banyak pula.
Selain itu, transparansi penentuan pemenang lebih terjaga lewat online ketimbang bukan online. Dari panitia juga kerjanya lebih efisien. Karena perusahaan yang kalah bisa dengan mudah mengetahui kesalahan penyebab gugurnya dokumen penawaran lewat website, ini bisa mengurangi jumlah sanggahan yang pastinya merepotkan panitia pengadaan. Cuma satu saja yang akan menyempurnakan tender online, maintenance supaya server gak sering down. Kalau server sampai down, web tidak bisa diakses maka bisa ditebak peluang emas untuk memenangkan tender gagal karena gagal melakukan upload dokumen penawaran.
Di Jawa Timur, saya ingin membicarakan jenis tender online. Tidak hanya di Jawa Timur, di Propinsi lainnya juga sudah menggunakan tender online atau yang lebih dikenal dengan Layanan Pengadaan Secara Elektronik ( LPSE ), hampir semua propinsi juga sebagian besar Kabupaten sudah menggunakan fasilitas ini seperti LPSE Propinsi Jawa Timur, LPSE Kab.Gresik, LPSE Kab.Sidoarjo, dan banyak lagi. Beberapa Perguruan Tinggi Negeri juga sudah menggunakan fasilitas ini. Tidak hanya untuk Pengadaan di Instansi Pemerintah, beberapa BUMN dan Swasta juga mulai melakukan pendaftaran rekanan lewat website Perusahaan, melihat pengumuman
pengadaan lewat website dan beberapa kegiatan pengadaan lainnya yang dilakukan secara online.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari Pengadaan online seperti ini menurut saya. Salah satu kelebihannya adalah dari segi penyiapan dokumen. Saya contohkan website LPSE. Semua data kualifikasi kita sudah tersimpan secara otomatis di database LPSE, sehingga ketika kita mengikuti tender, kita tidak perlu menyiapkan data kualifikasi dan menguploadnya setiap kali hendak mengikuti tender online. Kita cuma mengupload sekali dan cukup mencentang dokumen yang dibutuhkan atau dipersyaratkan oleh Instansi penyelenggara pengadaan. Mulai dari dokumen perijinan seperti SIUP, TDP, NPWP, dan kawan - kawannya itu, bukti setor pajak baik SPT maupun SSP, daftar inventaris kantor, tenaga ahli, neraca, dan lain sebagainya. Sehingga dari segi waktu, mengikuti tender online cukup menghemat waktu, kita tinggal menyiapkan dokumen penawaran dan dokumen teknis saja. Kegiatan aanwidzing atau rapat penjelasan juga dilakukan secara online. Kita bisa bertanya pada panitia pengadaan yang nantinya akan dijawab di website itu juga. Kita juga tidak perlu wara - wiri kantor - instansi penyelenggara pengadaan karena pemasukan dokumen penawaran pun dilakukan online dengan cara upload. Ada software yang berfungsi sebagai penyampul dokumen2 penawaran kita, cara kerjanya seperti software winrar. Selain itu, kegiatan tender online juga bisa meminimalis tindakan korupsi, karena kita bertemu dengan Panitia setelah kita dinyatakan sebagai calon pemenang yaitu ketika panitia melakukan verifikasi data asli dengan dokumen penawaran kita, betul- betul simple dan praktis.
Tapi bukan berarti tender online tidak memiliki kelemahan. Salah satu kelemahannya yang sangat menjengkelkan adalah ketika servernya down dan website tidak bisa di akses dalam waktu sekian jam. Kalau kurang beruntung, kita bisa gagal mengupload dokumen penawaran karena telah melewati batas waktu yang ditentukan. Satu lagi, kadang pertanyaan kita saat aanwidzing tidak semuanya mendapat jawaban dari panitia, ini juga yang cukup merepotkan, karena namanya tender, sedikit saja kesalahan pada dokumen bisa dijadikan senjata ampuh oleh panitia untuk menggugurkan penawaran kita. Pengumuman pemenang juga tertera di website. Kita bisa tahu kenapa kita kalah karena disitu juga dijelaskan faktor2 yang menyebabkan penawaran kita digugurkan/penyebab kekalahan, kita juga bisa mengetahui siapa saja pemenang urutan 1 hingga 3 melalui website tersebut.
Itu kalau di Jawa Timur, di Surabaya juga memiliki website lelang elektronik, namanya e-procurement (e-proc). Namanya juga website lelang elektronik Surabaya, jadi pengadaan yang diselenggarakan hanya pengadaan dari instansi pemerintah kota Surabaya baik dari Dinas - dinas sampai Rumah Sakit Pemerintah. Penggagas e-proc ini sendiri adalah Ibu Tri Rismaharini yang sekarang menjadi Walikota Surabaya. Menurut informasi, Surabaya adalah Instansi Pemerintah pertama yang menerapkan e-proc dan memperoleh ISO 270001. Secara prosedur, mendaftar di e-proc jauh lebih rumit ketimbang LPSE. Bila di LPSE kita cukup mendaftar online, mengisi formulir dan menyiapkan dokumen yang dibutuhkan, verifikasi data, dan selesai. Tapi kalau untuk e-proc sedikit lebih rumit, setelah mendaftar, kita harus melakukan tahapan lain yaitu mendapatkan kunci publik ( tentunya dengan melengkapi dokumen - dokumen lainnya ) yang merupakan syarat mengikuti tender, baru setelah itu kita bisa menjadi peserta tender e-proc.
Saya sendiri lebih suka dengan tender online. Pertama dari segi waktu lebih menghemat waktu, kedua dari segi persyaratan dokumen tidak terlalu ruwet, ketiga dari segi biaya juga lebih hemat, keempat kita lebih gampang melakukan check list kelengkapan dokumen penawaran kita. Kalau bukan tender online, kita harus berkutat dengan kertas - kertas yang lumayan banyak, kita harus menjilid dan menyampul dokumen penawaran ( termasuk memakan waktu & biaya ), dan harus datang langsung untuk pemasukan dokumen penawaran, belum lagi persyaratannya yang menurut saya lebih rumit dan berbelit, dan banyak pula.
Selain itu, transparansi penentuan pemenang lebih terjaga lewat online ketimbang bukan online. Dari panitia juga kerjanya lebih efisien. Karena perusahaan yang kalah bisa dengan mudah mengetahui kesalahan penyebab gugurnya dokumen penawaran lewat website, ini bisa mengurangi jumlah sanggahan yang pastinya merepotkan panitia pengadaan. Cuma satu saja yang akan menyempurnakan tender online, maintenance supaya server gak sering down. Kalau server sampai down, web tidak bisa diakses maka bisa ditebak peluang emas untuk memenangkan tender gagal karena gagal melakukan upload dokumen penawaran.
0 comments:
Post a Comment